LHOKSEUMAWE– Muhammad Ikhwal, kini duduk dibangku kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah, Kota Lhokseumawe. Dia satu diantara 16 penghuni Panti Asuhan Muhammadiyah Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
Lokasi itu berada di Jalan Darussalam, Kota Lhokseumawe. Satu kompleks dengan STIKes Muhammadiyah Kota Lhokseumawe. Sejak semester dua, kelas satu sekolah dasar, sang ibu Anita menitipkannya di panti itu. Sebelumnya dia menetap di Desa Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
“Sejak semester dua hingga sekarang saya dipanti. Selama itu, baru tiga kali bertemu ibu saya,” katanya, ditemui Senin (28/7/2025).
Selama itu pula dia menjalani hidup dipanti bersama teman-temannya. Panti itu menampung anak yatim, piatu dan fakir miskin. Ikhwal masuk kategori fakir miskin ini. Ayahnya Ilham hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Tak pernah pula menemuinya ke panti itu.
Sedangkan sang ibu kini menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia.
“Saya mau jadi TNI,” sebutnya. Pria ini pendiam. Matanya sebaris, menandakan dia keturunan Tionghoa dari jalur ayah. Sejak kecil, ayah dan ibunya berpisah. Hingga anak tunggal itu terpaksa dititip ke panti asuhan.
Lalu apa sedihnya hidup di panti? “Saat ingat orang tua. Saya sedih,” katanya. Sedangkan bahagianya, meski di panti, mereka mendapat perhatian yang cukup. Diberi pola makanan yang sehat lengkap dengan kari kambing dan daging.
Meski hidup sebatang kara, Ikhwal bertekad menjadi TNI. Dia berharap ke depan bisa lulus menjadi prajurit bangsa ini.
Sejak 1968
Ketua Majelis Pelayanan Sosial, Pengurus Daerah Muhammadiyah Lhokseumawe. Sulaiman Ali, menyebutkan panti itu berdiri 1968 silam. Saat itu, bentuknya mirip barak militer di Desa Lancang Garam, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
Seiring waktu, seorang dermawan Alkakaly mewakafkan tanahnya yang berlokasi di gedung saat ini. “Sekarang ada 11 wanita, 16 pria. Lokasinya terpisah antara putra dan putri,” terangnya.
Ratusan alumni panti telah melalang buana ke seluruh dunia. Mereka sebagian besar bekerja sebagai pegawai negeri, pengusaha hingga bekerja di lembaga Muhammadiyah.
“Saya juga anak panti dulu,” kata Sulaiman.
Panti itu memastikan pendidikan anak hingga jenjang sekolah menengah atas. Sedangkan kuliah, diberikan jalur khusus untuk anak panti yang berprestasi. “Kami harap, biaya untuk anak panti dari pemerintah itu ditambah. Sekarang kalau tidak salah hanya Rp 15.000 per anak per hari. Apalagi jenjang pendidikan, perlu diperhatikan serius dari pemerintah,” pungkasnya.
|KOMPAS