PolhukamSiapa Pemilik 4 Pulau Aceh yang Diserahkan Mendagri ke Sumut?

Siapa Pemilik 4 Pulau Aceh yang Diserahkan Mendagri ke Sumut?

LHOKSEUMAWE – Sebanyak empat pulau milik Provinsi Aceh yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan dan Pulau Panjang diserahkan Kementerian Dalam Negeri RI ke Provinsi Sumatera Utara.

Kisruh ini berawal tahun 2008 ketika tim nasional pembakuan nama rupabumi bekerja mendata dan membakukan 213 pulau di Provinsi Sumatera Utara sejak 14-16 Mei 20208. Tim ini terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

Tim ini memverifikasi empat pulau itu pada 20-22 November 2008, termasuk 260 pulau lainnya di Aceh. Disinilah awal mula pertikaian itu terjadi.

Sejak 2017 Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil telah memprotes hasil pemetaan rupa bumi itu. Namun tidak digubris.

Bahkan Mendagri RI Tito Karnavian mengeluarkan peraturan pertama yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 58 Tahun 2021 tentang Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

Peraturan ini berisikan mengenai petunjuk untuk pemberian kode data wilayah administrasi pemerintahan untuk desa/kelurahan, kabupaten/kota dan provinsi serta pulau.

Permendagri tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau Tahun 2021, pada tanggal 14 Februari 2022.

Baca juga :  Viral, Pesta Ulang Tahun Anak Walikota Lhokseumawe

Pada tahun 2022, Kementerian Dalam Negeri melakukan revisi terhadap (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 dengan Kepmendagri Nomor 100.1.1-6117 tahun 2022, namun lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut masih tetap menyatakan status wilayah administrasi Pulau Mangkir Ketek, Mangkir Gadang, Lipan, dan Panjang masuk dalam Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Lalu Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 51 tahun 2021 tentang Nama Rupabumi tahun 2021 yang menyatakan bahwa 4 (empat) pulau yang bersengketa tersebut dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia tanpa menyebutkan masuk ke dalam kabupaten atau provinsi tertentu. Prof Nur Aris Marfai tidak memasukan empat pulau itu provinsi mana pun. Hanya menyebut teritorial Indonesia.

Tahun 1965
Tiga dosen Politeknik STIA LAN Jakarta yaitu Ardi Eko Wijoyo, Neneng Sri Rahayu, dan Hamka meneliti sengketa empat pulau itu.

Hasilnya, fakta mengejutkan. Ditemukan Surat Kepala Inspeksi Agraria Tahun 1965 yang dibuktikan dengan ditemukannya Surat tanah yang ditandatangani oleh Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh tahun 1965. Surat tersebut menyatakan bahwa yang didaftarkan di Kantor Agraria Daerah Istimewa Atjeh. Pemilik empat pulau itu yakni Teuku Daud bin Teuku Radja Udah. Pulau itu disewa petani Tapanuli Tengah untuk berkebun. Pemilik kebun mengakui sewa menyewa itu.Surat itu juga sudah diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri RI.

Baca juga :  Warga Aceh Timur Korban Penembakan di Malaysia, Dek Tolong Abang…

Tahun 1992
Lalu kesepakatan bersama tahun 1992 yang mempedomani peta Jantop TNI AD tahun 1978 sebagai acuan penegasan batas daerah Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil yang aktif membangun fasilitas di keempat pulau dengan menggunakan dana APBD sementara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah tidak melakukan pembangunan apapun sehingga tidak terjadi overlapping anggaran pembangunan.

Berita acara rapat tanggal 31 Oktober 2002 Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil membangun tugu batas sebagai pengganti pilar PBU yang telah disepakati pada tahun 2007 di Pulau Panjang.

Runtutan Data Kepemilikan Pulau versi Sumut
Tahun 2008
Sedangkan Sumatera Utara merujuk pada hasil verifikasi timnas Pembakuan Rupabumi tanggal 14 – 16 Mei 2008. Hasil verifikasi memasukkan keempat pulau ke dalam cakupan wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, namun hasil di lapangan tidak didapatkan bentuk pembangunan, pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan bukti dokumen yang nyata.

Baca juga :  Pj Wali Kota Lhokseumawe : PLN Dukung Bangunan Liar dengan Pasang Aliran Listrik

Tahun 2018
Surat Mendagri Nomor 136/046/BAK tanggal 4 Januari 2018 hal Tanggapan Atas Surat Gubernur Sumatera Utara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah tidak mengelola keempat pulau tersebut, tidak melakukan pembangunan maupun fasilitasi pelayanan karena dianggap merupakan pulau tidak berpenghuni.

Tahun 2022
Lalu surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 125/6614 tanggal 14 Juni 2022 perihal Keberadaan empat pulau di Provinsi Sumatera Utara dan penjelasan tidak ada masyarakat dalam empat pulau tersebut.

Lalu keluar Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 Tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau Tahun 2021. Surat ini memasukan empat pulau ke Provinsi Sumatera Utara.

Kini, Presiden RI Prabowo Subianto mengambil alih persoalan empat pulau itu. Pekan depan, Presiden memberikan fatwanya. Sikap Aceh tegas, lengkap dengan referensi bahkan sejak zaman Belanda. Bahwa empat pulau itu milik Aceh.

|KOMPAS

Bagikan Postingan

Postingan Terpopuler

Pilihan Untukmu

Bupati Al-Farlaky ; 1 Bulan Ini Seluruh SPPG Aceh Timur Wajib Sertifikat Laik Higine

Aceh Timur — Pemerintah Kabupaten Aceh Timur menggelar rapat...

Wali Kota Lhokseumawe Cabut Rekomendasi Dukungan Konser Dewa 19

LHOKSEUMAWE – Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abubakar mencabut rekomendasi...

Bupati Al-Farlaky Kerahkan Alat Berat Bantu Tangani Longsor di Pedalaman Birem Bayeun

Aceh Timur — Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky,...

Pertama di Aceh, Bupati Ayahwa ; Antar Pasien dari UGD ke Ruangan Harus Pakai Mobil…

LHOKSEUMAWE – Manajemen Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM)...

Meski Ada Penolakan, EO Pastikan Konser Dewa 19 di Lhokseumawe Sesuai Jadwal

LHOKSEUMAWE– Even Organizer Melofest sebagai promotor konser Dewa 19...