Oleh: Dr. Bukhari.M.H.CM
Akademisi IAIN Lhokseumawe
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kemerdekaan selalu menjadi tonggak utama yang membawa harapan bagi seluruh rakyatnya. Setiap tahun, kita memperingati momen bersejarah tersebut sebagai pengingat bahwa kemerdekaan adalah hasil dari perjuangan panjang yang dipenuhi dengan pengorbanan besar. Namun, di usia ke-79 tahun kemerdekaan ini, kita dihadapkan pada peristiwa yang mencederai semangat kebebasan dan toleransi, yakni persekusi terhadap anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA) yang diminta untuk membuka jilbabnya oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Kemerdekaan dan Kebebasan Beragama: Sebuah Paradoks
Kemerdekaan Indonesia didirikan di atas prinsip-prinsip kebebasan, salah satunya adalah kebebasan beragama yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Dengan demikian, kebebasan beragama bukan hanya hak, tetapi juga bagian integral dari jati diri bangsa Indonesia.
Namun, peristiwa persekusi buka jilbab yang dialami oleh anggota PASKIBRAKA tersebut mencerminkan sebuah paradoks. Bagaimana mungkin di era kemerdekaan yang telah berusia hampir delapan dekade, kita masih menyaksikan tindakan-tindakan yang menghalangi seseorang dalam menjalankan keyakinan agamanya? Tindakan tersebut bukan hanya mencederai hak individu, tetapi juga menodai semangat Pancasila yang menekankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, dan toleransi.
Persekusi dan Pelanggaran HAM
Tindakan membuka jilbabnya bagian dari aurat muslimah adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agama merupakan salah satu hak yang diakui secara universal. Dalam konteks hukum internasional, hal ini dijamin oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 18 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Begitu pula dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Persekusi berbasis agama, seperti yang terjadi dalam kasus ini, menunjukkan masih adanya hambatan-hambatan struktural dalam penghormatan terhadap kebebasan beragama di Indonesia. Ini adalah tantangan besar yang harus segera diatasi, terutama oleh lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjadi penjaga moralitas dan etika bangsa.
Memaknai Kemerdekaan dengan Penguatan Toleransi
Memaknai kemerdekaan tidak hanya sebatas mengenang sejarah, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang mencerminkan nilai-nilai kebebasan dan toleransi. Jika kita membiarkan persekusi terhadap keyakinan agama terjadi, maka kita sedang menggali jurang yang dalam antara cita-cita kemerdekaan dengan realitas sosial yang kita hadapi saat ini.
Indonesia sebagai negara yang beragam secara budaya dan agama membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya toleransi. Kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan yang diskriminatif harus ditentang karena tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa. Dalam hal ini, BPIP sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembinaan ideologi Pancasila harus lebih tegas dalam menegakkan prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan beragama.
Kesimpulan: Kemerdekaan Seutuhnya dalam Kerangka Kemanusiaan
Kemerdekaan Indonesia ke-79 harus menjadi momen refleksi bagi kita semua. Kebebasan yang kita nikmati hari ini bukanlah sekadar kebebasan dari penjajahan fisik, tetapi juga kebebasan dari segala bentuk penindasan dan diskriminasi. Peristiwa persekusi buka jilbab yang dialami oleh anggota PASKIBRAKA adalah pengingat bahwa perjuangan kita belum selesai. Tugas kita sekarang adalah memastikan bahwa setiap individu di Indonesia benar-benar merasakan kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya—kemerdekaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, dan toleransi.
Dengan demikian, di usia kemerdekaan yang ke-79 ini, mari kita perkuat komitmen kita untuk membangun Indonesia yang lebih baik, di mana setiap warga negara dapat menjalankan hak-haknya tanpa rasa takut dan intimidasi. Sebab, hanya dengan begitu, kita benar-benar dapat memaknai kemerdekaan yang sesungguhnya. []