ArtikelRevisi UUPA, Dana Otsus dan Kumulatif Terbuka

Revisi UUPA, Dana Otsus dan Kumulatif Terbuka

Dr. M. Rizwan Haji Ali, MA
Pengajar pada Prodi Ilmu Politik, FISIP Universitas Malikussaleh, Aceh 

REVISI Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA akan mulai masuk Prolegnas Prioritas 2025 lewat pintu Kumulatif Terbuka. Demikian disampaikan Ketua Forbes DPR dan DPD RI asal Aceh Ir. H. T.A. Khalid. MM setelah rapat Badan Legislasi DPR RI, 9 September 2025.

Berita tentu sangat penting dicermati karena revisi UUPA menjadi krusial bagi Aceh. Bukan saja karena adanya perubahan dalam lingkungan politik hukum nasional, tetapi juga memastikan keberlanjutan dana otonomi khusus Aceh yang berakhir tahun depan.

Pilihan revisi lewat pintu kumulatif terbuka didasarkan pada sejumlah alasan. Pertama, UUPA telah mengalami sejumlah revisi sebagai akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Poin putusan MK yang disebut berdampak pada perubahan UUPA tersebut adalah Keputusan MK Nomor 30/PU-VIII/2010 yang berimbas pada Pasal 256 UU No. 11 Tahun 2006 terkait calon perseorangan.

Putusan ini menjadi batu uji yuridis pertama terhadap undang-undang yang dianggap sakti secara politis di Aceh. Dengan putusan MK itu pasal yang membatasi calon perseorangan hanya berlaku untuk pilkada pertama setelah UUPA disahkan gugur dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Akibatnya, calon perseorangan tetap bisa ikut dalam pilkada Aceh tahun 2012 hingga sekarang. Namun, pasal 256 itu masih berada secara tekstual dalam UUPA kendati telah u oleh MK. Ini karena revisi UUPA belum ditindaklanjuti dalam bentuk perubahan UU di lembaga legislatif.

Baca juga :  Dianiaya, Siswa Sekolah Perikanan Aceh Ditemukan Tewas

Selanjutnya keputusan MK Nomor 51/PU-XIV/2016 yang mematahkan ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b UUPA terkait calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota harus memenuhi persyaratan tidak pernah dihukum tindak pidana kejahatan dan seterusnya.

Putusan ini juga membuat UUPA terevisi secara yudisial tetapi belum ditindaklanjuti dalam bentuk political review di DPR RI. Akibatnya, pasal-pasal dalam UUPA terlantar. Tertulis tetapi sudah dinonaktifkan oleh MK.

Selain itu terdapat sejumlah pasal yang telah dimatikan oleh putusan MK lainnya seperti kewenangan MK untuk mengadili sengketa pilkada. Sementara UUPA mengatakan sengketa pilkada diadili di Mahkamah Agung. Pasal ini mati dengan sendirinya. Belum lagi pengesahan UU Cipta Kerja yang juga turut mengeliminasi pasal tertentu terhadap daya laku UUPA.

Matinya sejumlah pasal ini dan kebutuhan untuk melakukan revisi atas pasal-pasal yang terbengkalai dan tidak berfungsi karena perubahan politik hukum nasional menjadi alasan masuknya revisi UUPA lewat pintu kumulatif terbuka.

Jantung Revisi

Sejumlah pihak di Aceh memberi penegasan bahwa tujuan utama revisi adalah perpanjangan dana otsus untuk Aceh tanpa batas waktu. Seperti halnya Papua. Hal ini tercermin dalam draft usulan DPRA yang sudah diserahkan kepada Banleg DPR RI di Senayan.

Baca juga :  Kemenpar Benahi Aceh Agar Jadi Destinasi Halal Unggulan

Sehingga masalah dana otsus bisa dianggap sebagai jantung dalam revisi UUPA. Namun, tanpa disadari bahwa revisi pasal otsus harus dikaitkan dengan pasal-pasal kewenangan Aceh. Bahkan yang tidak kurang urgensinya adalah penyediaan formula distribusi dana otsus tersebut yang selama ini dipandang tidak terlalu jelas.

Penguatan kewenangan Aceh sebenarnya harus menjadi pintu masuk bagi pengekalan dana otsus. Dengan kewenangan yang lebih tegas dalam tata kelola pemerintahan Aceh terutama berkaitan kekaburan kewenangan Aceh dan pusat yang dalam pelaksanaannya kerap memicu konflik regulasi antara Aceh dan Jakarta diharapkan dapat dijernihkan dalam revisi ini.

Dana otsus merupakan dana operasional desentralisasi asimetris yang berbatas waktu. Namun, membatasi dana otsus hanya pada durasi 20 tahun misalnya selayaknya ditinjau kembali.

Kalau dana otsus merupakan bagian dari implementasi politik etis Pusat pasca konflik, tentu hal itu harus dipandang bahwa implementasi politik etis itu belum sepenuhnya selesai di Aceh. Masih dibutuhkan waktu yang cukup sampai Aceh benar-benar pulih dan bisa mengejar ketinggalan akibat konflik dan tsunami.

Fase Kedua Pembangunan Perdamaian

Bagi Aceh revisi ini merupakan momentum untuk melangkah di fase kedua pasca perdamaian. Fase pertama pembangunan perdamaian Aceh yang telah digunakan untuk pembangunan infrastruktur politik seperti partai lokal dan berbagai instrumen politik lokal sudah harus digeser ke isu kesejahteraan.

Baca juga :  Daging Meugang Rp 160 Ribu per Kilo, Ini Kata Walikota Banda Aceh

Pada fase kedua otsus ini, perdamaian Aceh harus disandingkan dengan tingkat kesejahteraan sebagai alat ukur keberhasilan perdamaian. Eforia perdamaian dan lokalitas politis dalam bentuk penajaman politik identitas sudah harus digeser ke politik kesejahteraan.

Untuk membangun fase baru ini maka kekuatan organik dan non organik harus ditumpuk dan dikonsolidasikan di bawah narasi persatuan Aceh di bawah kepemimpinan politik yang punya visi pada perdamaian dan kesejahteraan.

Semoga dibawah kepemimpinan Mualem kekuatan politik Aceh dapat bersatu untuk memasuki fase kedua perdamaian Aceh. Membawa Aceh yang lebih sejahtera dan berwibawa.

Terakhir, revisi ini perlu terbuka kepada partisipasi publik yang luas di Aceh. Supaya semua suara masyarakat terdengar dan tertuang dalam jiwa dan ruh revisi UUPA itu. Saya ingin mengingatkan pesan sebuah spanduk lama yang saya baca tahun 2006 di sebuah kecamatan di Aceh Utara. “Tameudame ngön MoU, Tapeulaku ngön UUPA.”

Doa kami rakyat Aceh semoga Tim Forbes DPR dan DPD RI di bawah Ir. H. T.A. Khalid dan seluruh anggota Forbes dapat membawa suara rakyat Aceh kepada semua elemen bangsa di Senayan. []

Bagikan Postingan

Postingan Terpopuler

Pilihan Untukmu

Bupati Al-Farlaky ; 1 Bulan Ini Seluruh SPPG Aceh Timur Wajib Sertifikat Laik Higine

Aceh Timur — Pemerintah Kabupaten Aceh Timur menggelar rapat...

Wali Kota Lhokseumawe Cabut Rekomendasi Dukungan Konser Dewa 19

LHOKSEUMAWE – Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abubakar mencabut rekomendasi...

Bupati Al-Farlaky Kerahkan Alat Berat Bantu Tangani Longsor di Pedalaman Birem Bayeun

Aceh Timur — Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky,...

Pertama di Aceh, Bupati Ayahwa ; Antar Pasien dari UGD ke Ruangan Harus Pakai Mobil…

LHOKSEUMAWE – Manajemen Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM)...

Meski Ada Penolakan, EO Pastikan Konser Dewa 19 di Lhokseumawe Sesuai Jadwal

LHOKSEUMAWE– Even Organizer Melofest sebagai promotor konser Dewa 19...