LHOKSEUMAWE – Lima pekerja berdiri di balik meja dapur warung Banglades di Jalan Perdagangan, Desa Pusong Baru, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (6/3/2025) sore.
Dua kuali besar berisi mi sedang diaduk-aduk oleh pekerja. Sebagian mereka memasak mi, sebagian membungkus, sebagian lagi membagikan ke pembeli.
Inilah dia Banglades. Nama itu akronim dari pemilik warung Bang Lah Delima Sigli. Nama aslinya Abdullah Arsyah, akrab disapa Bang Lah. Sedangkan Delima nama kecamatan di Kabupen Pidie. Lalu Sigli merupakan ibukota Kabupaten Pidie.
Alkisah Bang Lah merantau ke Lhokseumawe dari kampung halamannya di Pidie dengan berjualan mi di emperen toko atau kaki lima tahun 1977 silam.
Belakangan sering membaik kondisi ekonomi, Bang Lah membeli toko yang kini diwariskan ke anaknya. Saat itu, terminal antar kecamatan persis di depan toko itu. Sehingga sangat strategis sebagai lokasi usaha.
Kini usaha itu diteruskan putranya, Muhammad Munzir Abdullah. Pria ini duduk dibalik kasir. Menerima ramah para pembeli.
Lalu apa yang membedakan Mi Banglades dengan mi Aceh lainnya? Mi ini dimasak dengan campuran telur sehingga terasa lebih lemak. Lalu ditaburi daging gurih terbilang banyak. Sehingga rasa mi tumis, dipadu padan dengan baluran telur plus daging makin membuat rasanya nikmat. Ditambah aneka rempah diaduk kedalam wajan mi dalam kapasitas besar itu.
Tak kurang 20 kilogram mi sekali masak dalam kuali besar. Setelah matang dapat dimakan di lokasi itu dan bawa pulang atau take away. Dalam bungkus berbeda akan diberikan acar berisi saos tomat, cabai rawit, dan timun dalam bungkus terpisah.
“Kami bersyukur bisa menjalankan bisnis ini sampai sekarang, bisa bertahan ditengah banyaknya usaha sejenis yang buka akhir-akhir ini,” kata Munzir.
Dia percaya resep masakan mi turun temurun itu masih bisa bertahan menghadapi perkembangan makanan modern akhir-akhir ini.
“Makanan soal selera, kalau sudah cocok di lidah. Tidak akan orang pindah ke makanan lainnya,” sebutnya. Dia pun menekankan keramahan dalam bisnisnya. Sehingga, setiap mereka melayani pembeli dari hati.
Selama bulan Ramadhan, warung itu buka selepas Ashar, sekitar pukul 16.00 WIB hingga menjelang teraweh. Ramai warga mengantre untuk membeli mi itu, sebagai menu berbuka puasa.
“Kami bersyukur puasa juga pelanggan masih ramai yang membeli mi ini,” pungkas Munzir.
Nah, inilah salah satu mi paling legendaris di Lhokseumawe. Silakan dicoba saat berbuka puasa.
|KOMPAS