Aceh Utara — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara, Fakhrurrazi, mendesak Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk segera menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Politisi Muda dari Parai Amanat Nasional ini menilai langkah tersebut sangat mendesak guna menertibkan aktivitas pertambangan rakyat yang selama ini masih berjalan tanpa izin resmi.
Ia menegaskan, penetapan WPR memiliki dasar hukum yang kuat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan Pasal 156 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
“Kedua regulasi tersebut memberikan kewenangan jelas bagi daerah untuk mengelola potensi sumber daya alamnya,” ujar Fakhrurrazi kepada Bakata.net, Jumat (10/10/2025).
Ia menyebutkan pasal 156 UUPA memberikan ruang bagi Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Utara untuk mengelola sumber daya alam sesuai kewenangannya. Karena itu, Ia menegasakan sudah saatnya Aceh Utara memiliki WPR agar kegiatan tambang rakyat tidak lagi berstatus illegal.
Ia menambahkan, keberadaan WPR bukan hanya akan memberi kepastian hukum bagi penambang kecil, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru dan menekan konflik lahan yang kerap terjadi akibat aktivitas tambang tanpa izin.
“WPR adalah bentuk perlindungan terhadap masyarakat penambang kecil seperti galian C dan lainnya. Mereka perlu diatur, dilindungi, dan diberdayakan agar kegiatan ekonomi berjalan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan,” ujarnya.
Fakhrurrazi memastikan, komisi III DPRK Aceh Utara siap mengawal proses penetapan WPR hingga tuntas, termasuk mendorong Pemkab Aceh Utara berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami akan kawal sampai selesai. Sudah waktunya sumber daya alam di Aceh Utara benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat lokal,” tandasnya.

Subscribe to my channel

