Lhokseumawe – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Perwakilan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Wilayah Aceh berkolaborasi dengan Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh menggelar Seminar Nasional Peugah Haba Energi dengan tema “Potensi dan Strategi Pengelolaan Migas Aceh dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Regional dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat.”
Kegiatan yang berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthanah Nahrasiyah Lhokseumawe ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan, akademisi, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh.
Wakil Rektor III UIN Sulthanah Nahrasiyah, Dr. Darmadi, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini. Menurutnya, seminar ini menjadi ruang akademis dan dialog multi-stakeholder yang penting untuk membahas peluang, tantangan, dan arah kebijakan pengelolaan migas di Aceh.
“Kegiatan seperti ini memperkuat kolaborasi antara dunia akademik dan industri dalam menciptakan pemahaman yang lebih komprehensif tentang pengelolaan migas yang berkelanjutan,” ujar Dr. Darmadi.
Ketua Dewan Energi Mahasiswa Aceh dalam sambutannya juga menegaskan bahwa Aceh memiliki potensi besar di sektor minyak dan gas bumi, baik dari segi cadangan maupun peluang pengelolaan ke depan.
“Sektor migas tidak hanya terkait dengan energi, tetapi juga memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Muhammad Rochaddy, Koordinator Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Sumbagut, memaparkan tentang peran dan fungsi SKK Migas dalam pengelolaan industri hulu migas nasional.
“SKK Migas merupakan lembaga resmi pemerintah yang bertugas mengelola dan mengawasi kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak kerja sama. Tugasnya meliputi eksplorasi, eksploitasi, hingga pengangkatan minyak dan gas dari perut bumi ke titik serah tertentu,” jelasnya.
Rochaddy juga menambahkan bahwa industri hulu migas memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara dan daerah melalui mekanisme bagi hasil dan Participating Interest (PI).
Dari sisi pelaku industri, Andri Kristianto, perwakilan Community Investment Harbour Energy, menyampaikan bahwa sejak tahun 2021 pihaknya telah melaksanakan lebih dari 25 program pengembangan masyarakat di Aceh.
“Energi bukan hanya soal produksi, tetapi juga tentang dampak sosial yang kita hadirkan bagi masyarakat. Karena itu, program pemberdayaan menjadi bagian penting dari tanggung jawab sosial perusahaan,” ujar Andri.
Adapun Yovan, perwakilan Planning and Scheduling PHE NSO, menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi sektor hulu migas.
“Tantangan industri hulu migas cukup kompleks karena dipengaruhi berbagai faktor teknis, ekonomi, regulasi, dan lingkungan. Banyak lapangan migas di Aceh yang sudah tergolong tua (mature fields), sehingga produktivitasnya terus menurun,” jelasnya.
Melalui kegiatan ini, diharapkan mahasiswa dan kalangan akademisi di Aceh dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai dinamika industri migas serta berperan aktif dalam mendukung pengelolaan sumber daya energi yang berkelanjutan bagi kemajuan daerah. **

Subscribe to my channel

